- kala kereta menuju senja
- mewirid menit
- batu kapur
- dendam batu pada api
- mengasah batu akik
- ketika kain jemuran diterbangkan angin
kala kereta menuju senja
derak-derak roda memanjang
dari berangkat menuju pulang.
batu-batu kerikil menahan napas
kala ada yg melintas
memeluk lengan-lengan kita
yang saling bertautan
bertahan menyangga tujuan.
masih kuatkah kita selalu menahan jarak
sampai suatu masa
dimana setiap perjalanan
tak lagi meninggalkan jejak?
bojonegoro-cikampek280515
mewirid menit
untaian detik di sela telunjuk-ibu jariku
tak pernah genap merayapi angka
sembilan sembilan
selalu luruh di bilangan
lima sembilan
lalu kembali: tiada
serupa jeda
karawang150315
batu kapur
jika setiap yang menjadi putih
harus melalui tungku yang didih
maka tak seberapa rasa pedih
ini dibanding segenap keikhlasanmu.
masih terasa kekar pundak memanggul
setelah memecah bukit-bukit gundul
tempat berpuluh raga dan keluarga
tersandar.
juga tetes keringat adalah lautan rasa
sadar
bahwa di dadamu yang legam
keangkuhanku karam.
jika setiap pensucian dosa
harus tertebus dengan menahan bara
kekerasanku rela lebur menjadi abu
lalu tertabur ke rambutmu
hingga memutih.
meski itu belum tentu membuatku sejernih
linangan itu
tatkala sebutir debuku yang putus asa
mencoba menenggelamkan diri
ke lautan matamu: perih
tuban040615
dendam batu pada api
: mudjtaba
1
di tengah alir aku membatu
embun bergulir dari ceruk mataku.
embun yang sama tak jua mampu
padamkan bara di dada
melesap dalam pembuluh darah bersama
kecipak riak dan bisik daun-daun
terbawa alir menuju hilir.
bara yang sejak bertahun lalu
dinyalakan oleh api
yang kini terbaring mengabu di
hadapanku.
wajah abu-abu dengan sisa-sisa
jelaga
itu telah pasrah terbakar waktu.
2
pohon tua duduk di tepi
keriput batangnya bergoyang
terus bergoyang ke kanan ke kiri
merapal doa.
cabangnya lunglai tengah lelah terus
tengadah
dan dari pucuk-pucuk jemari menetes
embun
berusaha membasuh tubuh api
namun hanya daun-daun kering
bertaburan di sepanjang
waktu yang terlanjur menjadikan
suaminya abu.
3
perempuan itu terus membatu
bara di dadanya ingin menyalakan
waktu
agar membakar abu itu sekali lagi,
dan lagi.
abu yang pernah mengirim api pada
tubuh lelakinya.
lalu ceruk embun kembali tergulir
dari ceruk mata
menetes melesapkan abu ke dalam alir
menetes merupa doa untuk ruh lelaki
yang pernah melahirkannya
berkali-kali.
tuban-cikampek090115
mengasah batu akik
sebutir kerikil berlari-lari kecil
di sepanjang jari manis
berjingkat serasa ada yang mengiris
sambil sesekali melompati ruas jemari.
perjalanan gerinda telah mengasah kakinya
hingga berkilau serupa surga
di telapak kaki bunda.
namun seberapa pun
kau terawang kedalamannya
oleh tempaan musim dan masa
tak kan bisa kau nilai kemurnian diri
karena tetap akan ada yang terjaga rapi
dan mengendap di dada
serupa prasasti.
batu kecil terus berlari-lari kecil
hingga lupa garis-garis takdir
malang melintang sepanjang genggamanku
menjerat erat langkahnya
hingga terjerembab
: ke dalam kepalaku
karawang170515
ketika kain jemuran diterbangkan angin
hari ini begitu berangin, karawang
janganlah terlalu keras bergoyang
jagalah kebaya dan kain panjang
yang kau kenakan,
ssst!
banyak mata mengintip dalam keranjang.
jauhi tangan-tangan nakal penuh nafsu itu
merenggut kain dari tali tradisi
pengikat tubuhmu yang seksi
karena musim penghujan bukanlah alasan
melepas apa yang telah tersematkan.
hari-hari makin berangin, karawang
namun mereka tetap ingin kau bergoyang
meski tali yang tetap terentang
itu telah tak berkain lagi.
karawang270415