dua puisi dimuat buletin Jejak Forum Sastra Bekasi April 2016




  • kaca mata ibu
  • sikat gigi ibu

 
kaca mata ibu

jangan percaya kedua mata itu.
mata yang selalu berpura-pura lamur
tega mengaburkan setiap peristiwa
atau memblurkan segala warna.
suka tiba-tiba terkantuk begitu saja
hingga terantuk bilangan usia.
lihatlah linangan yang tak segan berkaca
lalu meminjam beningku
untuk menghapus debu.

percayalah padaku.
yang akan terus menatih langkahmu
menjaga agar tak salah arah
tetap membacakan doa dan ayat
meski kau telah tenggelam dalam lelap dan lelah.
untukmu, aku ‘kan terus berpegang erat
pada daun telinga, tatkala sebatang hitung itu
gigih berusaha menggelincirkanku.
ibu,
ijinkanku menjadi kedua matamu.

karawang071115


sikat gigi ibu

di dalam lautan mulutmu,
rambutku mewujud selembut bulu
menjaga gigi yang suka berseringai itu tetap putih
dan gusi malu-malu bersemu merah itu merona bersih.
jemariku menjadi setajam lidi
menyapu sisa makanan dan kotoran jauh pergi
menghalau kuman-kuman hingga enggan kembali.
lenganku menjelma sekuat ombak
menggempur karang yang congkak
sampai lebur lalu larut dalam riak.
namun ibu, kau begitu enggan menyentuhku
membuat gigi dan gusi itu selalu berselisih
tentang siapa yang terlampau malas bebersih.
dan karang jahat dengan semena-mena
merebut area, mengusir paksa
lalu gigi demi gigi memutuskan mengalah
rela tanggal satu demi satu dengan pasrah.
seandainya mampu, biarkan mulutku
mengunyah setiap butir makanan untukmu
sehingga tak perlu kau bersusah payah
mengotori seantero kedalaman mulutmu.

karawang101215

dua puisi dalam www.garudacitizen.com














satu rahasia

ada satu hal ingin disampaikan
sesendok makanan menyelinap, mengendap-endap
ke dalam mulutmu.
sesuatu yang sejak lama disembunyikan dari hidungmu
entah kenapa
mungkin tak suka hidungmu tahu
kalau dia selalu menyukai satu tarikan senyum
dan diam-diam sering mencuri cium bibirmu
saat kau mengunyahnya.
mungkin tak ingin hidungmu mencium
bau tubuhnya yang menggelitik
membuat bersin dan berair saat dia dalam penggorengan.
mungkin juga terlalu pemalu sehingga
hanya mulutmu saja yang boleh mengenalnya
ah, entahlah.

dengan tergesa melumatkan diri di antara geligi
berusaha memeluk erat selama mungkin,
demi membisikkan satu rasa, saat lidah mempermainkannya.
agar mulutmu selalu ingat dan mengenang
ketika dia telah tenggelam kedalam kerongkongan.

memang
“mulut bukanlah tempat yang tepat
untuk menyimpan sesuatu” katamu.
karena tak lama mulutmu berbisik
membuat hidungmu tersenyum-senyum
lalu tertawa terpingkal-pingkal sambil sesekali bersin.
padahal jauh di dalam lambung, sesendok makanan itu
selalu berdoa agar disimpan dalam-dalam
dan tak pernah dibicarakan.

karawang280214





telur mata sapi

untuk kesekian kali kulkas itu mendapati telur-telur mimpi
tergeletak begitu saja ketika senja tiba
entah terjatuh dari mata hari saat melintas tadi
atau terjatuh dari pantat ayam yang suka bikin gaduh pagi.
ah, entahlah.
dan sekian kali kulkas itu mengerami,
mendekap semalaman begitu erat
menjaganya dari gelap yang suka bersiasat
mencuri telur mimpi saat ia lelap.
menjaganya dari satu ekor sapi yang sering lepas dari freezer
lalu diam-diam mengawasi
setiap merumput di antara kembang kol dan sawi.

namun sekian kali pula di setiap bangun pagi
didapatinya telur mimpi itu telah menetas
dalam penggorengan, terlalu matang
sementara ekor sapi meraba-raba dalam gelap
mencari sepasang matanya yang telah lenyap.

karawang151214


puisi-puisi yang dimuat koran indopos 8 agustus 2015









  • kala kereta menuju senja
  • mewirid menit
  • batu kapur
  • dendam batu pada api
  • mengasah batu akik
  • ketika kain jemuran diterbangkan angin



kala kereta menuju senja

derak-derak roda memanjang
dari berangkat menuju pulang.
batu-batu kerikil menahan napas
kala ada yg melintas
memeluk lengan-lengan kita
yang saling bertautan
bertahan menyangga tujuan.
masih kuatkah kita selalu menahan jarak
sampai suatu masa
dimana setiap perjalanan
tak lagi meninggalkan jejak?

bojonegoro-cikampek280515



mewirid menit

untaian detik di sela telunjuk-ibu jariku
tak pernah genap merayapi angka
sembilan sembilan
selalu luruh di bilangan
lima sembilan
lalu kembali: tiada
serupa jeda

karawang150315



batu kapur

jika setiap yang menjadi putih
harus melalui tungku yang didih
maka tak seberapa rasa pedih
ini dibanding segenap keikhlasanmu.
masih terasa kekar pundak memanggul
setelah memecah bukit-bukit gundul
tempat berpuluh raga dan keluarga tersandar.
juga tetes keringat adalah lautan rasa sadar
bahwa di dadamu yang legam
keangkuhanku karam.

jika setiap pensucian dosa
harus tertebus dengan menahan bara
kekerasanku rela lebur menjadi abu
lalu tertabur ke rambutmu
hingga memutih.
meski itu belum tentu membuatku sejernih
linangan itu
tatkala sebutir debuku yang putus asa
mencoba menenggelamkan diri
ke lautan matamu: perih

tuban040615



dendam batu pada api
: mudjtaba

1
di tengah alir aku membatu
embun bergulir dari ceruk mataku.
embun yang sama tak jua mampu padamkan bara di dada
melesap dalam pembuluh darah bersama
kecipak riak dan bisik daun-daun terbawa alir menuju hilir.
bara yang sejak bertahun lalu dinyalakan oleh api
yang kini terbaring mengabu di hadapanku.
wajah abu-abu dengan sisa-sisa jelaga
itu telah pasrah terbakar waktu.

2
pohon tua duduk di tepi
keriput batangnya bergoyang
terus bergoyang ke kanan ke kiri merapal doa.
cabangnya lunglai tengah lelah terus tengadah
dan dari pucuk-pucuk jemari menetes embun
berusaha membasuh tubuh api
namun hanya daun-daun kering bertaburan di sepanjang
waktu yang terlanjur menjadikan suaminya abu.

3
perempuan itu terus membatu
bara di dadanya ingin menyalakan waktu
agar membakar abu itu sekali lagi, dan lagi.
abu yang pernah mengirim api pada tubuh lelakinya.
lalu ceruk embun kembali tergulir dari ceruk mata
menetes melesapkan abu ke dalam alir
menetes merupa doa untuk ruh lelaki
yang pernah melahirkannya berkali-kali.

tuban-cikampek090115



mengasah batu akik

sebutir kerikil berlari-lari kecil
di sepanjang jari manis
berjingkat serasa ada yang mengiris
sambil sesekali melompati ruas jemari.
perjalanan gerinda telah mengasah kakinya
hingga berkilau serupa surga
di telapak kaki bunda.
namun seberapa pun
kau terawang kedalamannya
oleh tempaan musim dan masa
tak kan bisa kau nilai kemurnian diri
karena tetap akan ada yang terjaga rapi
dan mengendap di dada
serupa prasasti.
batu kecil terus berlari-lari kecil
hingga lupa garis-garis takdir
malang melintang sepanjang genggamanku
menjerat erat langkahnya
hingga terjerembab
: ke dalam kepalaku

karawang170515



ketika kain jemuran diterbangkan angin

hari ini begitu berangin, karawang
janganlah terlalu keras bergoyang
jagalah kebaya dan kain panjang
yang kau kenakan,
ssst!
banyak mata mengintip dalam keranjang.
jauhi tangan-tangan nakal penuh nafsu itu
merenggut kain dari tali tradisi
pengikat tubuhmu yang seksi
karena musim penghujan bukanlah alasan
melepas apa yang telah tersematkan.
hari-hari makin berangin, karawang
namun mereka tetap ingin kau bergoyang
meski tali yang tetap terentang
itu telah tak berkain lagi.

karawang270415