- area bebas mimpi
- sarang mimpi
- salah mimpi
- dalam bis menuju kampung rambutan
area bebas mimpi
aku tersesat tepat di depan spanduk
peringatan
“dilarang bermimpi di sini”
orang lalu lalang dalam lengang,
dalam remang
entah apa, seperti berpasang mata
mengintai di balik gelap
di mana harap dan hasrat terjerat
lalu lindap.
“hati-hati, itu mata mimpi-mimpi
liar
suka menggonggong bahkan mengejar
setiap yang melintas trotoar”
bisik perembuan paruh baya berwajah
ibuku
lewat sambil menuntun hewan peliharaan
yang mirip sekali denganku.
di sebelah, penjual gado-gado
melayani pesanan
memasukkan sejumput hutan lengkap
dengan
kayu gelondongan dan satwa langka,
segenggam gunung beserta hasil
tambang,
diguyur laut berbumbu ikan dan
terumbu karang.
lalu diremas selembar pulau,
ditaburkan di atasnya
dibungkus kertas dan kantong plastik
impor.
“sering ada razia trantib, neng
siapa lagi tergetnya kalau bukan
yang mangkal dan berhenti di sini”
ujarnya sambil membungkuk
menyerahkan sebungkus gado-gado
kepada pembeli asing yang suka
memberi tips.
aku manggut-manggut saja menyaksikan
berpasang pemuda
mengobral kemesraan di seberang
jalan
berharap mereka bukan anak-anak
yang akan kulahirkan kelak.
penjual buku mulai mengemasi
dagangannya:
ideologi, ekonomi hingga gosip artis
dan selebritis.
aku tersenyum membayangkan wajah
pencuri mimpi rakyat
yang siang tadi tertangkap kpk dan
terpampang
di halaman depan sebuah harian.
namun tiba-tiba muncul sirine dari
tikungan
petugas berpakaian dinas turun
bergegas
“ada trantib!” teriak seorang di
ujung
diikuti segenap penghuni jalan,
berlarian.
belum sempat berpikir jauh, sepasang
tangan
mencengkeram lengan
“ini area bebas mimpi. anda harus
ikut kami!”
aku coba berontak dan berteriak
namun wajah beku mereka segera
menyeret
dan melemparkanku ke atas: ranjang.
sarang mimpi
kepalaku adalah sarang paling sunyi
sampai suatu hari mimpi terbangun dan beranjak pergi.
lalu sepasang kepak sayap datang, membangun sarang
yang disusun dari sobekan masa lalu,
helai puisi tak pernah jadi, remah-remah kisah tabu
juga sketa resah suara dan matamu.
sedikit demi sedikit terekat oleh liur waktu
menjadi bentuk yang membuat seisi kepalaku terpana
hingga satu per satu penghuninya menepi
untuk memberi ruang, atau justru melarikan diri
mencari senyap karena mendadak saja
kepalaku menjadi riuh dengan cericit,
nyanyian larva urung menjadi serangga,
detak jam yang suka memantulkan gema,
siut yang luput menjatuhkan dedaunan
juga serakan kabut dan bulu-bulu hujan.
mungkin mimpi sekedar mencuci muka atau mampir mandi
sementara lenganku, dahan yang tengah tengadah berdoa dia
kembali
telah menjadi tempat hinggap, menebar beribu harap.
kelak menuai musim bagi sepasang kepak sayap
musim yang tak pernah mengeringkan rumput dan dedaunan
musim yang selalu menggerimiskan ulat dan buah-buahan
musim penuh cahaya, menumbuhkan sayap
pada bulu-bulu halus baru lepas dari cangkang
kelak menuntun terbang meninggalkan sarang.
namun kepalaku bukanlah sarang yang pandai bersabar
menunggu menjadikan detak jam kehilangan debar
dan lenganku kelak ‘kan lelah tengadah
hingga menanggalkan daun satu per satu
lelah memohon mimpi kembali
dengan mengenakan popok dan kaos kaki bayi.
salah mimpi
rasanya baru kemarin berada di sini
hamparan sawah dengan liuk citarum
indah membelah.
aku melintas pematang membawa nasi
liwet yang baru matang
mengusik emprit-emprit yang asik
bermain
di gemericik irigasi dan sepoi
angin.
kau duduk di gubuk, kipas-kipas
melepas peluh dan lelah.
ah, rasanya baru kemarin,
tapi hamparan padi itu telah rata
dilindas jutaan kubik tanah
yang diusung ratusan truk dari
bukit-bukit jauh.
sebagian menjelma pabrik dan
bangunan angkuh
mengangkangi citarum yang siap
menjelma monster
menghanyutkan segala kala hujan
pertama.
emprit terbang terbirit dan tak
pernah kembali
memilih menjadi dongeng penghantar
mimpi.
aku berdiri di bekas pematang,
menghadang
kau yang duduk di balik kemudi alat
berat.
“hei, menyingkir dari mimpiku atau
kulindas kau!”
bentakmu menyentakkanku
hingga terduduk di tepian ranjang.
dalam bis menuju kampung rambutan
kupu-kupu kertas mengalun dari sebuah pengeras
suara, mengetuk-ketuk kaca jendela
sedikit berembun oleh mesin pendingin
yang mengunyah panas hingga tandas.
kawat listrik dan rimbun dedaun berlari mundur
menjauhi ribuan mimpi berkejaran di jalan-jalan.
mimpi pulalah yang membalut para
suara, mengetuk-ketuk kaca jendela
sedikit berembun oleh mesin pendingin
yang mengunyah panas hingga tandas.
kawat listrik dan rimbun dedaun berlari mundur
menjauhi ribuan mimpi berkejaran di jalan-jalan.
mimpi pulalah yang membalut para
penghuni bangku menjadi kepompong
meski tak ada bangku kosong
namun semua sibuk merajut sayapnya sendiri
terbungkus keakuan dan kekakuan.
sementara pengamen dan peminta-minta
hanya mengantongi anggukan dan pengabaian.
meski tak ada bangku kosong
namun semua sibuk merajut sayapnya sendiri
terbungkus keakuan dan kekakuan.
sementara pengamen dan peminta-minta
hanya mengantongi anggukan dan pengabaian.
sampai di kampung rambutan, teriakan kondektur
mengoyak kepompong di bangku-bangku
menjelma kupu-kupu, menghambur
kembali berkejaran dengan mimpi.
mimpi yang tak pernah kumiliki
meski dalam tidur sekalipun
karena aku tetaplah seekor ulat, menggeliat
melompat dari bangku ke bangku
mencari-cari sayap kertasku sendiri.
mengoyak kepompong di bangku-bangku
menjelma kupu-kupu, menghambur
kembali berkejaran dengan mimpi.
mimpi yang tak pernah kumiliki
meski dalam tidur sekalipun
karena aku tetaplah seekor ulat, menggeliat
melompat dari bangku ke bangku
mencari-cari sayap kertasku sendiri.
karawang-jakarta090514

Tidak ada komentar:
Posting Komentar