- gede pangrango
- keramik lantai bergambar ikan
- genggaman senja
- tukang sate
- cinta segi tiga
- barangkali
genggaman senja
ketika senja di genggamanmu :
apalah arti matahari di bening tatap mata mu
tertahan teriknya, sekedar mencuri lepas di sela jemari
gerimis jatuh di sungai yang bermuara di sudut hati
lihatlah! ada bias pelangi di ujung telunjuk mu
gunung lembah setia menyeka keringat yang tak lelah
di jalan setapak yang akrab dengan bau langkah
perjuangan mu senilai emas batu atau debu
istirahatlah! relakan bayang burung kepakkan sayap dan
berlalu
ada malam berhias kilauan doa
menunggu di luar batas cakrawala
di beranda, angin membelai lebih beku
masuklah! sebentar sisi gelap hampir mencapai mu
ketika senja di genggamanmu, ibu
mana mungkin surga tak membuka pintu
dan malu mencium telapak kakimu ?
keramik lantai bergambar ikan
pagi ini, saat menggosok gigi
keramik kamar mandi bergambar ikan pun pecah
rekah, di antara celah keluar ikan-ikan merah
berputar seputar lantai dinding dan kaki
laksana berenang di air kolam berlapis kaca
tapi, aku bukanlah balqis yang tengah terpesona
oleh singgasananya sendiri
dan kau, bukanlah sulaiman penebar perintah
kepada hud-hud si pembawa berita
ikan-ikan merah genit menggoda
pesona yang tak mampu membiusku lama-lama
buru-buru kutangkap lalu goreng beberapa
sebagai hidangan sarapan pagimu
saat memikirkan apa lagi
yang masih bisa dimakan hari ini
tukang sate
suara yang lewat, tinggi melengking
melenting ke udara, lalu terpelanting
ke pintu, jendela dan kaca
akhir-akhir ini sering tersiram gerimis
di dalam, hati-hati merasa miris
malam terlalu beku
sekedar memenuhi hasrat perut dan nafsu
harum bara tak cukup cairkan keinginan
suara yang nyaring menggema dinding waktu
tersangkut di tingkap lampu yang berkedip ragu
tak ada yang merasa perlu memanggil suara itu
tak ada yang merasa perlu keluar pintu
di dalam, suasana hangat buat para penghuni tercekat
hanya suara penjaga yang setia menyapa
berhenti, ia kipasi kembali bara yang mulai padam
ia tusuk, lalu bakar sisa malam
yang berjalan pelan dalam tangis ritmis
suara yang suatu malam nanti
pasti melintas kembali
mengetuk pintu, jendela dan kaca
namun saat kau buka, tak ada
cinta segi tiga
dia : sebelah jeruk nipis
sedang duduk tersedu di bawah pohon berbunga
sebentuk bintang putih terjatuh menghiasi rambutnya
mungkinkah memikirkanmu ?
mungkin aku
kau : sebilah pisau
coba belai tandan rambutnya dengan tajam jemarimu
kau tawarkan kilat pesona,dingin bahu dan anyir cintamu
mungkin dukanya karena cintamu, mungkin cintaku
aku : segores luka
yang kau torehkan padanya
jangan selalu goda aku!
lalu jatuh titik air matanya, kuseka
dan aku terluka karenanya, mungkinkah kau ?
barangkali
barangkali yang loak itu : waktu
bukan besi karat, koran kadaluwarsa, apalagi
sepasang sepatu tua yang lelah menapaki hari
barangkali yang usang itu : aku
hanya diam, ditimbang
dikumpul pengepul dan bermula di pabrik daur ulang
barangkali yang lahir itu : kamu ?
tunggu !

Tidak ada komentar:
Posting Komentar